Sabtu, 02 Maret 2013

cerita rakyat sumsel 3 (legenda danau teluk gelam)


Legenda Danau Teluk Gelam OKI Sumatera Selatan
KAYUAGUNG-OKI, BeritAnda - Kisah cerita Danau Teluk Gelam yang berada di Daerah Kab. Ogan Komering Ilir (OKI) ini, dimana cerita dibawah ini disusun oleh Yusrizal, sebagai kisah pengembangan Seni dan Budaya Disbudpar OKI, cerita ini juga adalah hasil penelitian sejarah cerita rakyat pada tahun 1989, oleh beliau.
Pada zaman dahulu kala, dikawasan Marga Bengkulah yang sekarang menjadi daerah Kec.Tanjung Lubuk, ada sebuah kerajaan kecil yang dipimpin seorang raja yang arif dan bijaksana. Dia adalah Raja Awang yang mempunyai permaisuri bernama Putri Rajenah, berasal dari daerah Sugi Waras keturunan Arab yang dibawa oleh orang tuanya untuk menyebarkan Agama Islam.
Raja Awang yang dikenal oleh penduduknya baik dalam istana kerajaan maupun diluar istana sebagai seorang raja yang bijaksana dan ramah tamah. Raja Awang dalam perkawinannya bersama Putri Rajenah dikaruniai seorang putra yang bergelar Pangeran karena dia adalah pewaris tahta kerajaan. Sang pangeran diberi nama Tapa Lanang.
Dalam kesehariannya, kondisi kerajaan terasa damai dan tenteram, banyak kerajaan kecil lainnya yang bergabung dengan pemerintahannya. Hasil pertanian dan perkebunan dari wilayah kekuasaan Raja Awang banyak dibawa keluar kerajaan hingga kekawasan tanah Palembang.
Ratu Putri Rajenah dikenal sebagai sosok wanita yang cantik dan dekat dengan rakyatnya. Setiap ada acara di istana dia mengharuskan untuk mengundang rakyat masuk ke istana untuk ikut bersama dengan masyarakat dalam istana kerajaan. Kecantikan Putri Rajenah tersohor kemana-mana.
Suatu hari Putri Rajenah memanggil beberapa inang pengasuh untuk membicarakan hal ihwal yang saat itu merasuki dirinya. Beliau menderita suatu penyakit, dimana penyakit yang diderita beliau semakin hari semakin parah.
Sang raja pun mengutus hulu baling kerajaan untuk mencari tabib guna mengobati penyakit sang permaisurinya. Terkumpulah tabib terkenal dari berbagai penjuru, namun tak satupun yang mampu menyembuhkan sang permaisuri.
Suatu hari ketika bercanda gurau dengan putranya si Tapang Lanang, dimana kondisi tubuhnya saat itu semakin lemas. Dia memanggil para inang untuk menggotongnya kembali masuk kamar, melihat kondisi sang putri yang lemas, para inangpun khawatir dengan kesehatan beliau, lalu disela-sela ketegangan itu sang permaisuri menarik tangan putranya yang saat itu baru berusia tujuh tahun, sang putri pun sempat melontarkan pesan baik pada putranya dan para inang.
Sang putripun berkata, "Anakku..... seandainya ibu harus dipanggil sang Khalik, kamu harus tabah menghadapi dunia yang serba fana ini, kamu jangan menjadi manusia cengeng, kamu harus berani menghadapi berbagai tantangan hidup.”
Saat itu sang raja sempat mendengar apa yang diutarakan permaisurinya. Seakan dia mengetahui bahwa istrinya sudah diambang pintu kematian, dia tidak sempat berkata apa-apa, hanya air mata menetes perlahan membasahi pipinya yang tampak kuyu karena lelah dan selalu sedih melihat kondisi permaisuri yang tak kunjung sembuh.
Suatu hari dari istana berdatangan berbunyian telukup atau bunyi pertanda bahwa diistana telah terjadi sesuatu musibah, ternyata sang permaisuri telah meninggal, semua merasa sedih dan terharu karena telah kehilangan seorang ibu yang baik, ramah dan pengasih sesama rakyat.
Menjelang 40 hari meninggalnya sang permaisuri, Raja Awang menerima undangan dari suatu kerajaan di Pulau Jawa. Karena diharuskan membawa permaisuri, maka penasehat kerajaan memberi pandangan pada sang raja agar cepat mempersunting wanita sebagai pengganti permaisuri yang telah meninggal.
Karena waktu yang mendadak, maka sang raja harus jalan-jalan keluar istana. Pada saat itulah dia menemukan seorang wanita yang dianggapnya patut untuk mendampinginya untuk memenuhi undangan para raja-raja ditanah Jawa tersebut.
Setelah dia pulang ke istana dia menceritakan hal ihwalnya tersebut kepada para penasehat. Namun dari tujuh penasehat kerajaan ada satu yang menolak raja untuk mengawini wanita yang dimaksud. Karena dia mengetahui tabiat wanita tersebut, disamping dia seorang janda, dia juga mempunya seorang putra yang sebaya dengan sang pengeran. Dia khawatir bakal ada persaingan terhadap kedua anak tersebut, namun dia kalah suara dari 6 penasehat kerajaan lainnya, akhirnya Raja Awang harus menikahi wanita tersebut.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahunpun dilalui tiada terasa, kehidupan dalam kerajaan nampak tiada perubahan, kedamaian tetap dirasakan, tanpa terasa usia perkawinan Raja Awang sudah mencapai 21 tahun.
Suatu hari, Solim putra tiri sang Raja Awang merasa iri melihat Pangeran Tapah Lanang, saudara tirinya mengenakan pakaian kebesaranan sebagai pangeran yang suatu saat dia akan menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja, dan dia pun mulai menyusun strategi untuk memfitnah sang raja, dia mengatakan kepada sang raja bahwa sang pangeran telah berbuat mesum dengan perempuan anak petani diluar istana, padahal sang pangeran tidak pernah keluar istana semenjak ibundanya meninggal.
Dengan memperlihatkan bukti noda darah dikain yang dikatakannya bahwa darah tersebut adalah darah keperawanan sang wanita yang dimaksudnya.
Melihat kenyataan itu, sang raja yang selama ini dikenal bijak dan arif, berubah menjadi sangat murka, dengan kasar dan kejam dia menyiksa putra kandungnya, bahkan dia mengusirnya keluar meninggalkan istana.
Sebelum Pangeran Tapah Lanang meninggalkan pintu istana, ia sempat diantar beberapa orang pengawal istana, termasuk para inang yang mengasuhnya sejak kecil. Pangeran memohon kepada hulu balang dan inang, untuk menemaninya mampir dipusara sang ibundanya. Betapa haru dan sedihnya para pengantarnya melihat sang pangeran dengan lembut mengelus pusara bundanya dengan isak tangis yang memilukan.
Lalu, sang Pangeran mengembara entah kemana dia akan pergi, berhari-hari dia menelusuri hutan belukar, akhirnya dia singgah pada sebuah talang yang sekarang disebut dengan daerah Talang Pangeran. Didaerah tersebut sang pangeran masih damai hidup sendiri karena dalam istana dia selalu bermain dengan berbagai jenis hewan, maka sang pangeran tidak merasakan kesepian, karena banyak hewan yang hidup disekelilingnya.
http://beritanda.com/images/stories/0%20danau%20teluk%20gelam.jpgSuatu hari Ia berjalan meninggalkan talang tersebut untuk mencari tahu daerah lain yang dianggapnya dapat memberi kehidupan yang layak. Setelah melewati perjalanan yang jauh, sang pangeran tiba di sebuah kawasan rawa, disana dia melihat ada sebuah gubuk yang hanya disangga tiga batang tiang penyanggah.
Gubuk itu dihuni oleh seorang wanita yang dianggapnya aneh, karena setiap dia mendekati gubuk tersebut, sang penghuninya tidak pernah menampakkan wajahnya, dimana wajah itu selalu ditutupi dengan rambut yang tebal dan panjang hinggah ke tanah.
Karena ingin tahu rupa wajah sang wanita tersebut, maka sang pangeran mengambil kepingan batok kelapa yang kemudian dilemparkannya kearah gubuk yang saat itu si wanita sedang duduk di anak tangga.
Mendengar suara berdetak menerpa dinding gubuknya, tanpa sadar wanita tersebut mengibaskan rambutnya. Saat itu sang pangeran bukan main terkejutnya ketika melihat wajah si wanita betapa buruk dan menakutkan, namun tiada lain dihutan tersebut pangeran tetap mendekat, disamping dia ingin tahu secara detail siapa wanita itu, dan dia juga berniat untuk memperistrinya.
Berbulan lebih mereka hidup sebagai sahabat, namun belum pernah sang pangeran menyentuh tubuh wanita tersebut. Suatu ketika seakan ada ghaib yang membisikan pada sang pangeran agar dia mendekap sang wanita itu dari belakang, hal itupun dilakukan oleh sang pangeran, saat itu bertepatan dengan suara gemuruh halilintar yang menamparkan kemilau sinar api. Saat itu juga wanita membalikan tubuhnya menghadap kearah sang pangeran, namun rambut panjang si wanita masih menutupi wajahnya, karena persahabatan mereka berdua sudah kian akrab, tanpa segan sang pengeran mengelus rambut sang wanita dan menyibakkannya. Betapa terkejutnya sang pangeran ketika melihat wajah wanita yang dikenalnya sangat buruk dan menakutkan telah berubah menjadi wajah yang sangat cantik jelita.
Dan sang pangeran pun berlari kedekat kubangan babi yang berisi air, dan diapun mengambil air tersebut dengan belahan tempurung kelapa, dibawanya kehadapan sang wanita tersebut dan menyuruh wanita itu untuk melihat wajahnya dari air  tersebut. Ketika sang wanita melihat wajahnya dan dia pun  terkejut, karena wajahnya telah kembali baik sedia kala. Lalu si wanita tersebut mengucapkan terima kasih kepada sang pangeran.
Sesudah dia mengucapkan terima kasih ke sang pangeran, si wanita pun menceritakan masa lalunya kepada sang pangeran. Ternyata wanita tersebut adalah anak raja dari kerajaan kecil yang ada di wilayah Kuto Besi yang saat ini masuk dikawasan Lempuing.
Dia juga diusir oleh ayahnya, karena difitnah para inang pengasuh kerajaan bahwa dia (Sang Putri) telah melakukan zinah diluar pernikahan. Karena perbuatan tersebut aib bagi kerajaan, maka sang raja menyuruh si penyihir untuk merubah wajah sang putri agar menjadi buruk dan menakutkan, setelah itu sang putripun dibuang ke hutan belantara oleh si penyihir putri raja, kini wajahmu telah buruk dan menakutkan. Wajah aslimu akan kembali. Si penyihir pun berjanji, “tubuhmu disentuh oleh orang yang bukan muhrimmu, dan kecantikanmu akan kembali utuh bila lelaki yang menyentuhmu bersedia untuk mengawinimu.”
Lalu, sang putripun memberitahukan kepada sang pangeran, bahwa dirinya diberi nama oleh ayahnya Putri Gelam.
Sejak itulah mereka mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang kemudian dari hasil perkawinan mereka dikaruniai dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan, dan kehidupan mereka pun dipenuhi oleh kegiatan bercocok tanam. Kadangkala Pangeran Tapah Lanang membawa hasil kebun mereka ke desa-desa terdekat untuk ditukar dengan kebutuhan yang lain. Demikian keseharian mereka yang selalu disibukkan oleh kegiatan keluar masuk desa untuk menukarkan hasil kebun mereka. Hasil perkebunan dari Pangeran Talang Lanang sangat menjanjikan, hingga diketahui oleh orang lain.
Suatu hari, gubuk mereka kedatangan tamu tak diundang, untuk merampas semua hasil kebun yang berada dibawah gubuk mereka. Saat itu pangeran dan isterinya sedang sibuk menanam kelapa dikebun, sementara kedua anaknya ditinggal didalam gubuk. Setelah kedua anak itu melihat dan menyaksikan si perampok menggasak hasil kebun mereka, anak itu pun berusaha melarikan diri dan meninggalkan pondok dengan berupaya terjun dari pondok. Namun sekawanan perampok tersebut sigap, dan akhirnya anak laki-laki dari pangeran dan sang putri tertangkap, sedangkan anak perempuannya berlari sekencangnya masuk kedalam hutan.
Anak laki-laki itupun sempat meronta dan menjerit untuk meminta pertolongan, dan sang perampok dengan kasar menyiksa hingga anak tersebut tewas, dan jasadnya pun dibuang pada bekas kubangan babi yang tidak jauh dari pondok mereka.
Beberapa perampok masih ada dipondok mereka untuk menikmati apa saja yang ada dan yang bisa mereka makan. Ketika kawanan perampok sedang menikmati semua itu, sang pangeran dan istrinya pun pulang. Betapa geramnya sang pangeran ketika melihat pondoknya telah berantakan, tanpa basa-basi lagi, sang pangeran pun langsung menyerang para perampok, dan terjadilah pertarungan yang sangat sengit, sementara itu putri Gelam pun sibuk mencari dan memanggil putra putri mereka.
Satu persatu pun para perampok tumbang ditangan pangeran. Setelah semuanya mati terbunuh, pangeran ingat akan putra putrinya, diapun berlari kesana kemari sambil memanggil anak-anaknya, namun apa yang terjadi, seketika pangeran terperangah, melihat sosok putranya telah terkapar bersimbah darah.
Setelah mengetahui putranya tak bernyawa lagi, pangeranpun langsung menangis sejadi-jadinya, tanpa dihiraukannya lagi jasad putranya. Dia terhuyung kesana kemari sambil menjerit, dan akhirnya dia tersungkur pada tanah bekas kubangan babi. Tangisnya kian menjadi, air mata yang mengucur tiada henti menggenangi tanah berlubang bekas kubangan babi tempat dia tersungkur, lama-lama kian membanjiri dan menenggelamkannya. Dimana saat itu tubuh sang pangeran hanya terlihat bagian kepala saja. Saat itu istrinya berupaya untuk menarik rambut suaminya, namun seakan ada magnet yang menyeret tubuh pangeran hingga terhisap didalam genangan air yang kian membesar, dan putri Gelampun terlempar dan tersangkut pada pepohonan.
Suatu keajaiban pun terjadi, kubangan babi itu meluas hingga membentuk sebuah danau, dan munculah sosok yang menjelma seeokor ikan besar sebagai jelmaan dari tubuh sang pangeran, sementara sosok putri Gelam yang tersangkut dipepohonan menjelma sebagai seekor burung putih berleher panjang.
Tahun terus berganti, setiap bulan purnama terjadilah pertemuan antara seekor ikan besar dan seeokor burung ditepian danau tersebut, setiap habis bulan purnama pula lah selalu terdapat hamparan telur burung yang kemudian jadi santapan para pemancing.
Semenjak adanya danau tersebut, warga kampung sekitar menamakannya Danau Teluk Gelam. Danau adalah jelmaan dari kubangan babi yang digenangi air mata sang pangeran, sedangkan Teluk adalah kata dari telur dan Gelam adalah nama burung jelmaan dari si Putri Gelam, sampai saat ini danau tersebut identik dengan sebutan “DANAU TELUK GELAM” yang saat ini menjadi primadona kawasan Wisata Alam di Ogan Komering Ilir (OKI). (Hend)

cerita rakyat sumsel 2 (asal usul tari seluang mudik)

asal usul tari seluang mudik


Dahulu kala di tepian Sungai Musi, di sekitar Desa Rantau Bayur dan Tebing Abang, tinggallah seorang bujangan yang hidup sendirian. Bujangan ini biasa dipanggil penduduk dengan sebutan Datuk Arenan. Karena usianya sudah sangat lanjut dan seumur hidupnya belum pernah menikah, orang-orang menggelarinya dengan sebutan bujang tua.
Pekerjaan sehari-hari Datuk Arenan adalah mencari ikan di sungai. Ia mencari ikan dengan menggunakan ambat (rawai). Ambat adalah alat untuk mencari ikan yang dibuat dari rotan yang panjangnya sekitar 50 – 100 meter yang biasa digunakan oleh masyarakat sekitar. Di setiap 1 meter diletakkan kail yang diberi umpan. Pada bagian pangkal ambat diikatkan di pohon besar di pinggir sungai. Sementara di bagian ujung  ambat diberi batu. Untuk mencari ikan ambat dibawa ke sungai dan ujung ambat diletakkan di tengah sungai. Ambat dipasang pagi atau sore hari dan diangkat pagi hari.
Seperti biasanya setiap pagi Datuk Arenan memeriksa ambatnya. Namun, tampaknya hari itu nasib baik tidak berpihak kepadanya.Di ambatnya tidak ada seekor ikanpun yang tersangkut, padahal saat itu sedang musim ikan mudik atau musim ikan kebangaran (mabuk). Pada musim itu biasanya air sungai warnanya berubah menjadi kehitam-hitaman dan berbau tidak sedap. Di antara ikan-ikan mabuk itu yang paling banyak adalah ikan seluang. Ikan seluang mabuk itu sangat mudah didapatkan. Memang saat itu sedang musim kemarau. Rupanya ikan seluang yang berlimpah itu tidak menarik minat Datuk Arenan dan malah ia memasang ikan seluang sebagai umpan di setiap kail yang ada di ambatnya.
Walaupun ia sempat kecewa tidak mendapatkan satu ekor ikan pun, Datuk Arenan tidak patah semangat. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Datuk Arenan melihat ambatnya. Rupanya, pagi ini Datuk Arenan kembali dibuat kecewa sebab tidak ada satu ikan pun yang melekat di ambatnya. Terpaksalah Datuk Arenan memasang lagi ambatnya dan menganti umpannya dengan yang baru. Setelah selesai, pulanglah ia ke rumah. Keesokan paginya ia periksa lagi ambatnya dan tetap tidak ada satu ikan pun yang ia dapatkan. Peristiwa ini berlangsung terus sampai satu minggu. Akan tetapi Datuk Arenan tidak pernah lelah. Tiap pagi ia terus berusaha dan tidak letih berharap sambil mengganti umpan dan memasang ambatnya.
Setelah satu minggu tidak mendapatkan hasil apa pun, tidak seperti malam-malam biasanya, pada malam itu itu Datuk Arenan tertidur sangat pulas. Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi orang tua yang sangat bijak dan bersahaja. Orang tua itu mengenakan pakaian putih bersih, wajahnya berjenggot putih panjang, dan memegang tongkat layaknya seorang wali.
“Hai Datuk Arenan, jadilah Engkau orang yang sabar dan tabah. Besok pagi sekali pergilah Engkau melihat ambatmu dan akan Kau dapatkan keajaiban di sana,” ujar sang kakek.
“Keajaiban apakah yang akan aku temukan?” tanya Datuk Arenan.
“Aku tidak akan menjelaskannya. Sebaiknya Kau lihat sendiri keajaiban itu besok pagi,” jawab kakek.
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, sang kakek langsung menghilang dan Datuk Arenan pun terbangun dari tidurnya. Ia sangat heran dengan mimpinya karena seumur hidupnya belum pernah ia bermimpi seperti itu. Ia terus memikirkan mimpinya itu dan tidak bisa tertidur lagi. Ia pun tidak sabar menunggu pagi hari.
Untuk membuktikan mimpinya, pagi-pagi sekali Datuk Arernan pergi ke sungai untuk menarik ambatnya. Suasana masih sangat sepi, belum ada satu orang pun yang ia temui di perjalanan. Saat menarik ambatnya, ia melihat pada kail kedua dan ketiga tersangkut alat tenun yang lengkap dan sangat bagus. Diambilnyalah alat tenun itu. Ia pasang lagi ambatnya.
“Bagus sekali alat tenun ini, punya siapakah gerangan? Apakah ini merupakan pesan dari mimpiku tadi malam?” tanya Datuk Arenan dalam hati.
Setelah itu Datuk Arenan pun pulang membawa alat tenun tadi. Karena hari masih sangat pagi, tak ada seorang pun yang melihat ia membawa alat tenun tersebut. Setiba di rumah dibersihkannya alat tenun itu sehingga alat tenun itu terlihat semakin bagus, tidak rusak dan bisa dipakai untuk menenun.
Malam harinya, kembali ia bermimpi didatangi kakek yang muncul dalam mimpinya malam kemarin.
“Datuk Arenan cucuku, hari ini sudah kau dapatkan keajaiaban itu. Akan tetapi besok pagi kau harus pergi lebih pagi lagi dan akan kau dapatkan keajaiban yang tak terbayangkan,” ujar kakek tersebut.
“Keajaiban apa lagikah yang akan aku terima, Kek?” tanya Datuk Arenan.
Sang kakek tidak menjawab, tetapi langsung menghilang. Datuk Arenan terbangun dari tidurnya dan terus memikirkan arti mimpinya itu.
“Apa ya, kira-kira yang akan terjadi besok pagi?” tanya Datuk Arenan di dalam hati.
Karena sibuk memikirkan mimpinya, ia tidak bisa tidur lagi. Seperti hari kemarin, ia pun tidak sabar menunggu pagi hari dan ingin mengetahui apa yang ia akan dapatkan besok.
Menjelang subuh, ia pergi.untuk memeriksa ambatnya. Karena hari masih gelap, ia tidak bertemu dengan seorang pun selama perjalanan ke sungai. Setelah sampai di tepi sungai, ia langsung menarik ambatnya. Benar! Kali ini ambatnya terasa berat sekali, tetapi ia tidak melihat satu ekor ikan pun yang melekat di kailnya. Dengan tidak berputus asa, ia terus menarik ambatnya. Pada bagian ujung ambat, ia melihat sesuatu yang berkilauan melekat di ambatnya. Semakin mendekati ujung ambat, barulah terlihat olehnya  seperti kain yang berkibar-kibar berkilauan. Setelah mencapai ujung ambat, terlihat jelas yang melekat di ujung ambat adalah seorang wanita. Ia sangat terkejut. Diangkatnya wanita itu dan dibawanya ke pinggir sungai. Bajunya yang putih berkilauan basah kuyup oleh air dan wanita itu sangat kedinginan. Segeralah dibawanya wanita tersebut pulang ke rumahnya.
Setiba di rumah, Datuk Arenan langsung membuka lemari pakaiannnya. Dicarinya pakaian yang cocok untuk wanita asing tersebut. Kemudian ia teringat bahwa ia pernah menyimpan baju almarhum ibunya. Baju itu sudah lama sekali ia simpan. Dicarinya baju tersebut dan dan ia berhasil menemukannya. Ternyata baju itu masih bagus.
“Ini handuk, baju, dan kain yang bisa kau pakai. Segeralah ganti pakaianmu yang basah itu. Nanti kamu masuk angin,” ujar Datuk Arenan.
Wanita itu menurut saja. Ia menuju kamar dan mengganti pakaiannya.
Sementara itu, Datuk Arenan sangat bingung memikirkan apa yang harus dilakukannya. Mula-mula terbesik di benaknya untuk merahasiakan saja apa yang ia temukan pagi ini. Sesaat kemudian pikirannya berubah. Cukup lama ia memikirkan hal tersebut. Akhirnya, ia memutuskan untuk menceritakan apa yang dialaminya kepada krio di kampungnya.
“Ada apa Datuk, panas terik begini Datuk menemui saya. Pasti ada hal yang sangat penting yang ingin Datuk sampaikan kepada saya,” ujar krio.
“Ada hal penting yang ingin saya katakan.”
“Katakanlah, Datuk. Jangan sungkan-sungkan. Saya siap mendengarnya. Kalau memang ada masalah, mudah-mudahan saya bisa bantu.”
“Begini, Krio. Tadi pagi seperti biasa saya memeriksa ambat  yang saya pasang. Namun, saya mendapatkan suatu keajaiban Di ujung ambat saya tersangkut seorang wanita yang tidak saya kenal. Sekarang wanita itu ada di rumah saya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dan apakah yang saya lakukan ini sudah benar?”
“Benarkah Datuk apa yang Kau bicarakan?”
“Benar, Krio.”
“Jadi, sekarang ini wanita itu ada di rumahmu?”
“Betul, Krio.”
Cukup lama krio berpikir. Ia pun melanjutkan perkataannnya.
“Datuk adalah seorang laki-laki yang tinggal sendirian di rumah. Akan menjadi aib yang sangat besar kalau Datuk membiarkan wanita itu tinggal di rumah Datuk seperti sekarang ini. Menurut saya, karena Datuk belum punya istri, bagaimana kalau Datuk kawini saja wanita itu. Karena datuk yang menemukan wanita itu, Datuklah yang lebih berhak menjadi istrinya.”
Mendengar ucapan krio, Datuk Arenan sangat gembira. Tidak pernah terbayang dalam hidupnya bahwa ia akan menikah dengan seorang wanita yang sangat cantik dan selama ini kecantikannya belum pernah ditemui pada wanita-wanita di kampungnya.
Tidak lama setelah pembicaraan Datuk Arenan dengan Krio, diumumkanlah berita pernikahan Datuk Arenan. Setelah itu, diadakanlah pesta besar-besaran di kampung itu. Semua masyarakat bergembira. Pada acara perkawinan tersebut, Datuk Arenan dan istrinya mengenakan pakaian adat perkawinan. Istri Datuk Arena yang memang cantik, semakin cantik dangan dandanan pengantin tersebut. Semua warga pun mengakui dan memuji kecantikan istri Datuk Arenan sehingga Datuk Arenan merasa sangat bangga.
Setelah pesta pernikahan usai, istri Datuk Arenan berpesan kepada suaminya.
“Kak, aku ikhlas dan rela menjadi istri Kakak karena kebaikan Kakak yang telah menyelamatkanku. Namun, ada satu permintaanku agar rumah tangga kita tetap langgeng.”
“Permintaan apakah gerangan itu, Dik.”
“Permintaanku tidaklah berat. Aku hanya meminta pakaianku yang pertama kali kukenakan saat Kakak menemukanku hendaknya disimpan dengan baik dan jangan pernah memintaku untuk mengenakannya kembali.”
“Kalau hanya itu permintaanmu,  tentulah aku sanggupi.”
Mereka berdua kemudian hidup berbahagia. Datuk Arenan tetap meneruskan kebiasaannya menangkap ikan. Istrinya di rumah saja. Pekerjaan sehari-hari istrinya, di samping malayani suaminya, ia menenun benang menjadi kain menggunakan alat tenun yang ditemukan Datuk Arenan sebelum menemukan dirinya.
***
Selang beberapa bulan kemudian, desa tersebut kedatangan tamu jauh. Tamu yang datang adalah rombongan dari Kesultanan Palembang yang pergi berburu. Karena kemalaman, rombongan pun menginap di desa itu.
Seperti biasa, setiap ada tamu yang datang, masyarakat mengadakan jamuan untuk menghormati tamu. Selain dihidangkan makanan, tamu juga disuguhi dan dihibur dengan nyanyian dan tari-tarian.
Malam itu, semua tamu merasa senang dan mereka sangat menikmati suguhan yang disajikan. Banyak warga yang turut hadir dalam jamuan itu, termasuk Datuk Arenan dan istrinya.
Setelah semua tarian dan nyanyian ditampilkan, para tamu yang terpesona dengan kecantikan istri Datuk Arenan meminta kepada krio agar mengizinkan istri Datuk Arenan menari. Disampaikanlah keinginan para tamu kepada Datuk Arenan. Datuk Arenan merasa sangat gembira. Ia merasa tersanjung dan mendapat kehormatan yang luar biasa.
“Baiklah kalau begitu, kami berdua pamit pulang sebentar untuk berganti pakaian,” kata Datuk Arenan kepada krio yang menyampaikan permintaan para tamu.
“Sebenarnya, pakaian yang dipakai istrimu sudah cukup bagus, tetapi kalau istri Datuk ingin berganti pakaian kami persilakan. Kami semua menunggu di sini,” jawab krio.
Setelah berpamitan, pulanglah Datuk Arenan beserta istrinya. Kerena jarak dari tempat perjamuan menuju ke rumah Datuk Arenan tidak terlalu jauh, sebentar saja mereka sudah sampai di rumah.
“Dik, rasanya tidak ada pakaian yang paling pantas kau kenakan pada kesempatan baik ini selain pakaian yang engkau kenakan waktu pertama kali kita bertemu. Kenakanlah pakaian itu Kau akan kelihatan semakin cantik dan mempesona.”
“Kak, bukankah Kakak sudah berjanji padaku untuk tidak menyuruhku memakai pakaian ini? Jadi, tolong jangan suruh aku memakainya. Lebih baik aku kenakan pakaian yang lain saja. Bagaimana kalau yang ini?” kata istrinya sambil menunjukkan baju yang cukup bagus yang baru selesai ia buat.
“Tapi, Dik, Kakak ingin engkau mengenakan pakaian ini. Kakak ingin sekali semua mata terpesona melihat kecantikanmu dalam balutan pakaian ini dan tentu ini akan membuat Kakak akan sangat bangga .”
“Kak, sekali lagi tolong, jangan…jangan Kakak paksa aku memakai pakaian ini. Aku takut Kak, kalau aku memakai pakaian ini akan terjadi keanehan yang aku yakin Kakak dan aku tidak menghendakinya. Percayalah padaku, Kak!”
“Percayalah Dik, Kakak yakin tidak akan terjadi apa-apa pada diri Adik. Sekarang cepat kenakan, mereka semua sudah menunggu kedatangan kita.”
“Jangan Kak, lebih baik aku memakai pakaian yang lain saja.”
“Ayolah Dik, cepatlah kenakan pakaian ini!”
“Baiklah kalau Kakak memaksa, saya akan turuti. Akan tetapi Kakak jangan pernah menyesal dan jangan menyalahkan saya jika terjadi sesuatu setelah saya mengenakan pakaian ini.”
Setelah mengenakan pakaian tersebut, mereka berdua pergi ke tempat perjamuan. Kemudian, menarilah istri Datuk Arenan pada acara jamuan itu. Keindahan tariannya membuat semua yang hadir terpesona. Gerakan tariannya yang lemah gemulai sangat menarik dan memikat hati. Semua bertepuk tangan dan memuji penampilan isri Datuk Arenan.
Istri Datuk Arenan terus menari dengan sungguh-sungguh.. Namun, semakin lama istri Datuk Arenan menari, timbulah keanehan. Perlahan-lahan kaki istri Datuk Arenan terangkat naik. Semakin lama tubuhnya melayang semakin tinggi dan terus naik hingga hilang dari pandangan mata.
Semua yang hadir terpaku, lalu menjadi panik. Mereka bingung seakan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Terlebih-lebih Datuk Arenan. Ia berlari-lari sambil menjerit-jerit memanggil istrinya.
“Dik, turun Dik, jangan tinggalkan Kakak sendirian. Kakak janji tidak akan menyuruhmu memakai pakaian itu lagi. Turunlah Dik!”
Berkali-kali Datuk Arenan menjerit memanggil istrinya. Setelah lelah menjerit dan berlari-lari, ia pun tersungkur di tanah.
“Oh Dik, mengapa kau tinggalkan kakak sendirian. Belum lama kita bertemu, mengapa Kau tega meninggalkan Kakak dengan cara seperti ini,” ucap Datuk Arenan sambil tak henti-hentinya menangis dan menyesali tindakannya.
Warga yang mendengar ratapan Datuk Arenan pun turut hanyut dalam kesedihan. Tidak sedikit pula yang meneteskan air mata. Salah sorang warga membimbing Datuk Arenan pulang ke rumahnya.
Malam itu datuk Arenan terus memanggil-manggil istrinya sambil matanya menatap ke langit.
Setelah kejadian itu Datuk Arenan terus dalam kesedihan. Sambil meratapi kepergian istrinya, ia menggerak-gerakkan tubuhnya mencoba mengikuti gerakan tarian istrinya sebelum pergi. Ia ingat setiap gerakan istrinya. Setiap hari ia menari menirukan gerakan istrinya. Semakin sering ia menari, semakinlah ia sadar tarian istrinya itu seperti gerakan ikan seluang.
Untuk terus mengenang istrinya, Datuk Arenan pun mengajarkan garakan tarian istrinya kepada gadis-gadis di desanya. Tarian yang diajarkannya inilah yang diberi nama Tari Seluang Mudik.

cerita rakyat sumsel 1


Legenda Pulau Kemaro, Palembang sumatera selatan
Konon dahulu kala, di Bhumi Sriwijaya memerintahlah seorang raja yang adil dan bijak sana.  Raja ini memiliki seorang puteri yang cantik jelita bernama Siti Fatimah. Banyak pemuda-pemuda tampan dari berbagai penjuru nusantara datang, namun tidak satu pun yang bisa menaklukkan hati puteri Siti Fatimah.
Namun pada suatu hari, datanglah sebuah kapal besar dari negeri Cina, bersama dengan rombongan yang dipimpin seorang pangeran bernama Tam BUn An.
“Hmmm… Haiya…. Ini ternyata kerajaan Sriwijaya yang terkenal itu. Kotanya memang megah, penduduknya ramah-ramah dan makanan pempeknya uenak sekali, ya. Haiya….” Kata sang pangeran.
“Pangeran Tam Bun An mau langsung menemui puteri Siti Fatimah?” Tanya sang nahkoda kapal.
“Iyalah. Aku kan jauh-jauh ke Bhumi Sriwijaya ini karena tertarik kecantikan sang puteri Siti Fatimah, haruslah aku datang menemuinya sesegera mungkin.” Kata pangeran Tam Bun An.
“Ayo, pengawal. Kita langsung ke istana untuk menemui puteri raja. Siapkan barongsai dan musik perkusi yang meriah untuk menarik hatinya.” Kata sang nahkoda kapal.
Lalu rombongan pangeran dari Cina ini masuk ke kota Sriwijaya dengan meriah, di depan ada barongsai singa dengan dua orang pembawa pangeran Tam Bun An dan sang nahkoda. Di belakangnya ada 10 orang pengawal dengan barongsai naganya. Kemudian yang terakhir adalah rombongan 10 orang membawa  serta menabuh gendang dan perkusi lainnya.
Rombongan barongsai ini memainkan musik dan atraksinya tepat di depan istana raja Sriwijaya dan keramaian itu membuat puteri Siti Fatimah tertarik melihatnya.
“Dayang, ada apa gerangan di luar sana? Seperti ada keramaian dan musik yang menarik?” Kata sang puteri.
“Sepertinya ada rombongan penari barongsai tuan puteri. Kabarnya sudah dua hari mereka berlabuh di dermaga dipimpin oleh pangeran tampan dari Cina.” Kata si dayang.
“Oh, aku ingin sekali melihat atraksi mereka dayang. Mari kita ke pintu gerbang!” Dan puteri Siti Fatimah bersama dayang serta beberapa pengawal menonton pertunjukan barongsai itu sambil bertepuk tangan senang sekali.
“Wah, tarian dan gerakan silat serta musik kalian begitu indah sekali, dari manakah gerangan tuan?” Tanya sang puteri.
“Haiya..Saya Tam Bun An dari negeri Cina, ingin sekali bertemu dengan puteri Siti Fatimah yang cantik jelita. Segala musik dan gerak tari serta gerakan kung-fu yang tadi kami peragakan, semuanya untuk dipersembahkan pada sang puteri jelita…Haiya..”
“Oh, terima kasih pangeran tampan. Kalau boleh saya tahu apakah maksud kedatangan pangeran ke mari ?” Tanya sang puteri dengan pipi merona merah.
“Haiya….Saya datang kemari hanya untuk satu tujuan menemui sang puteri Siti Fatimah yang kabarnya seperti bidadari. Ternyata kabar itu benar sekali, saya malahan seperti melihat 7 bidadari dari kahyangan. Haiya…” Sang pangeran merayu, membuat puteri tambah malu-malu. Begitu banyak pangeran di nusantara yang menyatakan rasa suka, namun baru sekali ini hati puteri Siti Fatimah menjadi bergelora oleh rasa cinta.
Seperti sudah ada perasaan kenal lama, keduanya pun saling suka dan dalam 3 kali pertemuan bertekad menyatukan cinta.
Lalu ada bangsawan istana yang pernah ditolak cintanya oleh Siti Fatimah iri hati dan memberitahukan ke raja tentang hal ini. Dia mengatakan bahwa sang pangeran mau membawa puteri pergi ke negeri Cina.
“Cepat panggil pangeran Cina itu menghadapku!” Kata Raja Bhumi Sriwijaya.
“Hamba menghadap raja.” Kata sang pangeran Cina.
“Apa benar kau dan puteriku Siti Fatimah saling mencinta?”
“Benar raja. Hamba benar-benar mencintai puteri raja yang gagah perkasa.”
“Anak muda, adat istiadat kita berbeda dan beta tidak bersedia anakku kau bawa ke negeri Cina!” Kata sang Raja.
“Haiya…Saya sudah belajar adat istiadat sini raja dan saya bersedia tinggal dan bekerja dagang di Bhumi Sriwijaya duhai raja.” Sang pangeran Cina menyanggupi.
“Kalau begitu duduk perkaranya. Baiklah, kau boleh menjadi menantuku dengan syarat, kau memberikan uang mahar sejumlah 9 guci besar berisi emas untuk meminang puteriku.” Kata sang raja.
“Baiklah raja, permintaan raja akan saya sampaikan.”
Lalu pangeran membuat surat yang dititipkan ke merpati pos yang terbang sampai ke istana orang tuanya di negeri Cina.
Ayahanda sang pangeran mengirim surat balik dan menyatakan menyanggupinya.
Lalu bangsawan Cina itu mengirimkan 9 buah guci berisi emas batangan. Akan  tetapi supaya jangan diincar oleh penjahat bajak laut dari Somalia, maka ayah si pangeran memerintahkan, “Masukkan sayur-mayur di bagian paling atas guci-guci itu, supaya para bajak laut Somalia tidak tertarik merampok dan menguasai kapal kita”.
“Perintah dilaksanakan tuan!” Kata si pelayan bangsawan Cina.
Dan 2 bulan kemudian, sampailah kapal beserta 9 guci itu ke Bhumi Sriwijaya. Pangeran dengan bahagia menyampaikan kabar itu pada puteri Siti Fatimah dan ayahandanya.
“Haiya…Sembilan guci kiriman ayahanda sudah datang tuanku Raja. Mari kita ke kapal untuk melihatnya.”
“Mari para pengawal dan puteriku. Kita pergi ke dermaga.” Kata sang raja.
“Haiya…Itu guci ada 9 dan besar-besar sekali. Itu persembahan dari papa dan mama saya tuanku raja..” Si pangeran Tam Bun An pun tertawa senang.
Tetapi saat dia membuka ke 9 guci tersebut, dia melihat isinya hanya sayur-sayuran yang sudah membusuk.
“Ha? Kenapa papa dan mama tega berbuat seperti ini? Papa dan mama berjanji kirimkan 9 guci berisi emas untuk meminang kekasihku Siti Fatimah? Tetapi kenapa dikirimkan sayur-sayuran dalam guci-guci ini? Maaf, saya malu tuanku raja. Biarlah saya buang guci-guci ini ke Sungai Musi. Papa dan mama jahat sekali dengan aku anaknya”
“Sudahlah, kakanda. Janganlah berburuk sangka dengan ayahanda di Cina sana. Mungkin saja ada orang lain yang jahat menukar isinya dengan sayur-sayuran. Jangan marah dengan orang tua kakanda.” Kata sang puteri menyabarkannya.
“Tidak bisa! Ini benar-benar kelewatan. Saya benci pada papa dan mama saya. Saya buang saja guci-guci bersayur busuk itu!” Sang pangeran pun melempar guci-guci yang berat itu ke sungai.
Satu! Dua! Tiga!4,5,6,7,8…….Dan Saat guci ke-9 dia angkat, pangeran Tam Bun An sudah kecapaian. Lalu guci terlepas dan pecah di lantai kapal.
“Olala…..Tampaklah diantara pecahan guci itu emas batangan yang berkilauan.
“Ha? Emas batangan?”
“Iya, kakanda, ternyata benar papa dan mama kakanda mengirimkan emas-emas batangan di guci-guci lainnya juga. Sayur-sayuran tadi hanya untuk mengelabui saja kakanda.” Kata puteri Siti Fatimah.
“Ya, sudahlah pangeran. Saya percaya akan niat baik orang tuamu. Biarlah saja guci-guci yang sudah jatuh ke Sungai Musi itu. Tanpa itu semua kau masih kuijinkan menikahi puteriku.” Kata Raja.
“Tidak tuanku Raja. Saya menyesal telah berburuk sangka dengan papa dan mama di Cina. Saya telah durhaka memarahi mereka. Biarlah saya mengambil kembali semua emas-emas yang saya buang ke sungai itu. Tunggu aku adinda.” Dan walaupun sudah berusaha dicegah oleh puteri dan pengawal istana pangeran Tam Bun An tetap terjun ke Sungai Musi.
Satu jam, dua jam, setengah hari pangeran Tam Bun An tidak muncul-muncul lagi.
“Kanda, saya sangat mencintai kakanda. Saya akan menyusul kakanda mencari emas itu. Bila saya tidak kembali dan muncul endapan tanah di tengah sungai ini, anggaplah itu tempat kami berdua memadu janji.” Lalu tanpa diduga si puteri pun melompat ke Sungai Musi dan tidak muncul-muncul lagi.
Bertahun-tahun kemudian, lambat laun muncullah endapan tanah di tempat kedua kekasih itu terjun di tengah Sungai Musi.
Di sana dibuatkan oleh penduduk setempat sebuah kelenteng dan sebuah mesjid tempat sembahyang yang berdampingan.
Setiap perayaan Cap Go Meh pulau itu ramai dikunjungi warga Palembang.
Nah, adik-adik, dari cerita ini dapat diambil pelajaran adalah: Jangan sekali-sekali menganggap jelek pemberian orang tua kepada kita dengan marah-marah dan mencaci makinya. Mungkin saja menurut kalian pemberian atau didikannya tidak cocok dengan yang kau inginkan. Akan tetapi pasti ada nilai kebaikan di dalamnya yang walaupun tidak langsung terlihat manfaatnya saat ini, tetapi akan tampak bersinar terang-benderang pada waktunya nanti.
Ingatlah! Semua orang tua yang baik pasti akan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.